Tuesday, August 30, 2011

Jogjakarta Journey: Berkemah di Pantai Sadranan untuk Liburan Super Jono

Satu malam terbangun dari tidur dan seketika melihat handphone terdapat pesan masuk "Papuma tidak jadi, Ombak jelek. tujuan pindah ke Jogjakarta". Dalam hatiku berkata sebenarnya apa di Pantai Papuma ada tempat untuk bermain selancar? Baiklah, keesokan harinya akhirnya diputuskan dari Malang menuju Jogjakarta untuk bertemu dengan kedua sahabatku dari Surabaya. Tiba di Jogjakarta tengah malam dan teman-teman Saya telah menunggu di Jalan Sosrowijayan, Malioboro. Dari situ kami berbincang untuk rencana berkemah esok harinya sampai subuh. 

Tiba harinya untuk persiapan untuk berangkat, menyewa sepeda motor dan sore harinya kami bertiga menuju ke Pantai Sadranan menurut petunjuk dari teman yang pernah berkemah disana. Sepanjang perjalanan menaiki pegunungan wilayah Gunung Kidul jalan berkelok, sesekali kami saling kejar mengejar dengan bus serta truk. Oh yah, Jalur yang kami pilih adalah lewat Wonosari sebelum masuk kota Wonosari belok kanan kemudian lewati 2 lampu lalu-lintas belok kanan lagi dan terus saja sampai dapat petunjuk Pantai Baron. Malam pertama kami putuskan untuk mendirikan tenda di Pantai Baron sebab menuju Pantai Sadranan masih perlu di tempuh sekitar 10 menit dan kami belum tahu posisi letak Pantai tersebut apalagi hari sudah gelap. Makan malam bersama di sebuah warung yang konon kata pemiliknya buka 24 Jam, Udang Goreng segar serta rumput laut goreng kami santap dengan lahapnya (maklum lapar naik motor). Saat memasang tenda kecerian kembali terjadi disaat Super Jono mengaku dapat memasang tenda sendiri akan tetapi saat akan mendirikan tenda tersebut dia menyerah dan butuh bantuan (sesekali dibarengi keisengan kami bertiga sehingga suasana malam itu terasa ramai). 

Pagi berikutnya sehabis sarapan Udang Goreng Segar kami melanjutkan perjalanan menuju Pantai Sadranan. Namun, dalam perjalanan Super Jono membawa Tenda secara utuh dibelakang motor dan menjadi tontonan para warga setempat (bule gendeng). Akhirnya kami menemukan Pantai yang dimaksud yaitu  Pantai Sadranan berpasir putih dan ombak kecil karena terdapat pulau karang kecil depan pantaai. Posisi pantai ini berada diantara Pantai Krakal dan Pantai Sundak. Sembari menunggu kedatangan teman yang lain dari Jogjakarta menyusul kami beristirahat di pinggir pantai. Namun, disaat Super Jono sedang tidur Saya dan Ijel keluar melihat-lihat Pantai sekitar diantaranya Pantai Sundak, Indrayanti sampai ke Pantai Siung yang konon menurut teman Saya disini sering dilakukan Panjat Tebing oleh para pencinta alam. Di Pantai Siung kami makan siang kemudian kembali mendapati 2 teman kami telah datang. Sembari berbincang-bincang, menikmati udara segar pantai serta sesekali membasahi diri keair laut kami mendirikan tenda diatas pasir putih tepat ditepi pantai.

Sore harinya kembali 2 teman kami bergabung, kemudian disaat akan memulai memasak ternyata kompor serta spritus tertinggal di Jogjakarta akibat keceriaan yang berlebih oleh Tom and Jerry itu :) Tapi tak habis akal kompor tak ada kayu bakar pun jadi. Disaat kami sedang memasak untuk makan malam 4 teman kami bergabung. Yes, tambah lagi keceriaan malam ini di pinggir pantai nan indah diselingi hembusan angin serta bunyi suara ombak dibawah langit cerah berhiaskan bintang. Makan malam beralaskan daun pisang kami menyantap dengan penuh gembira nasi putih, ikan bakar, singkong bakar dll. Kenyang, kami beristirahat beralaskan pasir putih berbungkuskan kantong tidur sampai pagi hari.

Keesokan harinya bersama-sama menikmati indahnya pantai ini diantaranya ada yang bermain diatas batu karang, mandi air laut sampai saatnya kami kembali ke Jogjakarta. Siang harinya kami menyempatkan makan siang di Pantai Drini yaitu menyantap Ikan bakar segar bersama sambil istirahat siang sebelum melanjutkan perjalanan. Jalur perjalanan pulang tidak melewati jalan awal kami berangkat namun melewati wilayah Imogiri. Kondisi jalan yang mulus, berkelok, naik turun bukit yang indah untuk dinikmati. Sesampai di Jogjakarta motor sewaan langsung dikembalikan dan kami mampir di sebuah cafe.

Date: 19-21 August 2011
Person in Charge: Obeth, Jono, Anez, Jaya, Aan, Leila, Ndanda, Meta, Sinta, Nana dan Jon US.
Pantai Sekitar: Pantai Baron, Pantai Kukup, Pantai Sepanjang, Pantai Drini, Pantai Krakal, Pantai Sundak, Pantai Siung (agak Jauh).

 

Saturday, August 27, 2011

East Java Journey: 17 Agustus-an santai di Pantai Bajulmati, Malang Selatan

Tips menuju Pantai Bajulmati: Dari Malang terminal Arjosari naik angkot ke terminal Gadang kemudian naik minibus tujuan Turen dilanjutkan dengan minibus ke desa Bajulmati.

Dalam perjalanan menuju Pantai Bajulmati dikarenakan hari ini adalah HUT Kemerdekaan Indonesia Raya maka kami terjebak kemacetan di wilayah Sumbermanjing dimana sedang diadakan Pawai dalam memperingati HUT RI 2011. Kami terjebak disini hampir 1 jam akan tetapi ini merupakan bonus liburan disugguhi Pawai khas tradisional dari Malang. Dimana dalam Pawai tersebut diantaranya ada Singo Edan, Monster Devil, adat Hindu sampai kesenian Madura yang menandakan budaya yang terdapat di Malang.
Tidak sampai disitu kita akan melewati jalan menaiki bukit berkelok yang memiliki pemandangan Indonesia yang indah sambil berpapasan dengan kendaraan truk yang mengangkut bebatuan kapur. Nah, mencapai Pantai ini sama dengan apabila kita menuju Pantai Sendang Biru atau Pulau Sempu namun sebelum memasuki Desa Sendang Biru kita akan menemui jalan simpang tiga apabila lurus menuju Sendang Biru 1.6KM dan kekanan menuju Bajulmati. Hati-hati karena kemarin papan petunjuk di simpang tiga tersebut sudah jatuh jadi bersiap-siaplah bertanya. Dari sini kondisi jalannya semakin bagus karena menurut kabar jalan ini akan dibuat pemerintah sebagai jalan pantai selatan serta terdapat Jembatan yang cukup Modern dibangun dengan biaya yang mahal. Pantai Bajulmati dari Jembatan tersebut jaraknya sudah sangat dekat dengan menempuh 1 KM atau sampai batas akhir jalan beraspal. Untuk biaya masuk dikenakan biaya 5000 Rupiah per kendaraan sekali masuk lokasi wisata Pantai Bajulmati ini.

Pantai berpasir putih dengan garis pantai yang panjang serta pemandangan Samudera tanpa batas yang tak terlihat ujungnya. Namun, jangan berharap banyak untuk berenang disini karena kondisi Pantai berombak cukup ganas dan terdapat bantuan karang yang sangat membahayakan bagi setiap pengunjung sehingga terdapat peringatan "DILARANG BERENANG".
Eh salah, DILARANG KERAS! Mandi di sepanjang pantai. Tapi jangan berkecil hati kita dapat berenang disisi ujung pantai karena merupakan muara sungai daripada jembatan megah tadi yaitu pada sungainya yang jernih beda dengan sungai dikota-kota besar di Indonesia yang kotor. Sampai dengan sore hari kita dapat menikmati matahari terbenam sambil duduk ditepi pantai. 

Untuk fasilitas Pantai Bajulmati terdapat warung penjual makanan, toilet, kamar mandi untuk bilas samapi dengan sebuah Mushola.



Monday, August 15, 2011

East Java Journey: Majapahit Kingdom, Trowulan-Mojokerto (15 Aug 2011)

Menuju Trowulan: 
Surabaya -> Terminal Bus Purabaya Bungurasih naik Bus jurusan Jombang atau yang melewati Mojokerto dan bilang sama kondektur berhenti di Trowulan.

Malang -> Terminal Bus Arjosari naik Bus tujuan Surabaya turun di Lampu merah Kejapanan (Japanan) kemudian naik Minibus warna kuning (Pasuruan-Mojokerto) turun sampai terminal Bus Mojokerto dilanjutkan dengan naik angkot kecil Line C atau D dan bilang turun sampai Trowulan.
Trowulan merupakan salah satu kecamatan di wilayah Mojokerto Jawa Timur. Dimana kita ketahui adalah salah-satu dari pusat kerajaan Majapahit pada masa kejayaannya sebagai Kerajaan terbesar di asia Tenggara. Tiba di Trowulan pada sore hari akibat terlalu santai saat mau berangkat dari Malang serta kena lambatnya angkot Mojokerto yang berjalan seperti kura-kura (ngetem melulu). Tujuan awal adalah menuju Pusat Informasi Majapahit (PIM) dan apa yang ditemui PIM sudah tutup lebih cepat sebab ini adalah bulan puasa. Tak menyerah sampai disitu walaupun telah tutup maka kalo kita sedikit diplomatis Pak Satpam akan mengijinkan masuk berkeliling kedalam kok. Didalam PIM ini kita dapat melihat koleksi ARCA serta benda-benda Jaman Kerajaan Majapahit yang ditemukan oleh para Arkeolog. Terlihat juga lokasi yang tadinya akan dibangun Pusat Informasi Majapahit yang modern tapi dihentikan dikarenakan dibawahnya terdapat peninggalan Majapahit. Nah, satu lagi disini kita tidak di izinkan untuk mengambil foto dengan alasan takut terjadi pencurian serta duplikat dari ARCA serta benda-benda purbakala lainnya. Dengan sedikit pengecualian Pak Satpam menginjinkan untuk mengambil foto tapi harus dengan orangnya. Sebagai info pada saat tertentu sering pula datang kesini umat Hindu atau para pertapa yang datang berdoa atau apalah ke Patung Garuda Wisnu.
Sebagai catatan disini kita wajib mengisi buku tamu dan Pak Satpam akan mengeluarkan kata-kata indah "sumbangan sukarela". Setelah dari PIM saya menuju Candi Tikus yang letaknya kurang lebih 3 KM dan ternyata kalau dilihat dari bentuknya Candi Tikus ini adalah tempat permandian Kerajaan Majapahit pada zaman itu. Menurut cerita kenapa dinamakan Candi Tikus karena letaknya berdekatan dengan perkebunan dan saat ditemukan ditemui banyak jalan kumpulan tikus (kata mereka). Tidak jauh dari Candi tikus dapat dijumpai Gapura Bajang Ratu.

Berdekatan dengan Pusat Informasi Majapahit terdapat Kolam Segaran yang sangat besar dan merupakan pusat pengairan dari Kerajaan Majapahit. Saat ini di Kolam Segaran menjadi area pemancingan bagi warga setempat untuk mengisi waktu luang mereka atau hanya sekedar menyalurkan hobi. Disi lain dari Trowulan masih banyak tersebar Candi-Candi lainnya sampai kita bisa menjupai juga Vihara yang terdapat Patung Budha sedang tidur, sekilas mirip dengan Sleeping Budha yang terdapat di Bangkok.

East Java Journey: Ijen Crater (12-13 Aug 2011)

Menuju Kawah Ijen: Dari Surabaya melalui Terminal Bus Purabaya Bungurasih dan naik Bus menuju Bondowoso, Tiba di Bondowoso Terminal naik minibus tujuan Sempol dan dilanjutkan naik Ojeck motor menuju Pos Paltuding.
Perjalanan dimulai dari Probolinggo sebab baru saja turun dari Bromo. Terminal Bus Probolinggo naik Bus Jurusan Bondowoso yang ditempuh selama 2,5 Jam melewati kota Besuki Situbondo dan tiba pada sore hari di Terminal Bondowoso. Bertanya pada warga sekitar dimana bisa mendapatkan Bus menuju Sempol dan ternyata Minibus menuju Sempol sudah habis dengan kata lain Minibus tersebut melayani sampai sekitar pukul 2 siang saja. Akhirnya berbekal info dari mister google bisa dicoba melalui gardu atak dan untuk menuju gardu atak kita harus naik Minibus Jurusan Situbondo. Cukup beritahu Pak kondektur minta diturunkan di Gardu atak dan dalam waktu sekitar 20 menit tiba. Dari sini mencoba nego dengan Ojeck tapi dikenakan tarif 100 ribu rupiah sampai di Pos Paltuding (Gardu atak-Paltuding sekitar 60KM lebih). Akhirnya Saya naik angkot tujuan Sumber Gading dengan harapan setiba di Sumber Gading bisa mendapatkan tumpangan ke Sempol. Dalam angkot bernbincang dengan pak Supir tiba-tiba dia melihat truk yang akan menuju Sempol alias warga Sempol. Dia turun dan bertanya kepada Supir truk dan walhasil Saya berhasil mendapatkan tumpangan sampai sempol. dalam perjalanan dalam truk kami sempat berhenti makan untuk berbuka puasa dan berbincang mengenai Saya yang terlalu nekad datang ke Ijen diwaktu sesore ini. Setiba di desa Sempol Supir ini mencarikan Saya Oejck untuk menuju Sempol dan pilihan itu jatuh kepada Bapak asmat. Sebelum berangkat menuju Pos Paltuding (17 KM) Saya disuguhi kopi khas Bondowoso yaitu Kopi Arabica yang saat ini terkenal. 

Tiba di Pos Paltuding Saya dibawa ke warung Pak Syamsudin yang letaknya paling depan jalanan. Kemudian kami masuk kedalam dan berbincang-bincang sambil minta izin agar Saya dapat tidur depan warung ini. Disini kembali disuguhi Kopi sambil berbincang dengan para Penambang Belerang yang juga menginap di tempat Pak Syamsudin. Disini Saya diajak oleh Penambang utuk jalan bareng mereka menuju Kawah. Tadinya diajak berangkat Jam 1 subuh akan tetapi kami terlalu malas jalan sehingga baru mulai Jam 03.30 Subuh. Oh, yah disini Saya tidur tepat di depan tungku perapian walaupun beralaskan terpal tapi tetap hangat dan walaupun menumpang di warung Saya harus melapor ke Pos serta memberitahu akan menginap dimana.

Perjalanan menuju Kawah dari Pos Paltuding memakan waktu kurang lebih 1 Jam dan saat ini cuaca sedang bagus serta bulan menyinari dengan terangnya. Tiba di puncak yang masih sepi wisatawan namun dibawah Kawah itu telah ramai oleh para penambang belerang dimana para penambang ini tidak kenal lelah memikul berat belerang sekitar 50 Kg atau lebih. Di kawah ini seakan tidak pernah tidur akan aktivitas para penambang yang berjuang demi menghidupi keluarga mereka.
Saat matahari sudah terbit Saya memutuskan untuk turun kekawah dan pemandangan disini semakin indah dengan semburan asap belerang danau kawah yang tenang serta melihat para penambang berjuang mengambil Belerang yang telah padat dan kemudian dimasukkan kedalam kerajang yang mereka pikul bawa sampai ke Pos Paltuding untuk dijual kepada pembeli dari Perusahaan yang telah menunggu. Tapi berhati-hatilah dengan asap belerang ini karena sangat menyengat sehingga dapat mengakibatkan gangguan pernafasan bagi kita yang tidak biasa. Seperti Saya pada saat akan naik kembali ke atas puncak dari kawah ini, dimana jalan menuju puncak telah diselimuti oleh asap belerang sehingga saat sudah setengah jalan saya turun kembali ke bawah. Dan akhirnya diberi panduan oleh penambang tetap naik dan apabila asap datang berhenti berjalan, tutup hidung dengan kain atau masker dan bernafaslah dengan normal alias tidak perlu panik. Sampai di puncak turun ke Pos lebih cepat tiba karena jalan menurun dan saya sudah ditunggu oleh anak Pak Asmat yang akan mengantar sampai Sempol. Sarapan Indomie serta teh hangat kami langsung turun ke Desa Sempol.

Minibus dari Sempol menuju Terminal Bondowoso hanya ada saat pagi hari dan siang sekitar pukul 2 atau 3. Sehingga kembali mencoba keberuntungan mencari tumpangan lagi dan sekitar pukul 1 siang tumpangan itu datang juga berbekal melihat dua orang bule menghentikan sebuah mobil Panther dan mereka bernegosiasi harga untuk sampai Bondowoso sedang Saya dengan santainya bilang "Pak Melo" dan si Bapak bilang "Naik saja dibelakang". Lucky me, dapat tumpangan gratis tapi orang lain tetap bayar sampai Terminal Wonosobo. Akhir perjalanan naik Bus jurusan Surabaya 





East Java Journey: Mount Bromo (11-12 Aug 2011)

Setelah sekian lama akhirnya kakiku dapat berpinjak pada Gunung Bromo yang terkenal hingga mancanegara. Diawali dengan berkunjung pada salah satu teman yang baru saja dikaruniahi seorang Putri di Surabaya, Saya putuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju Gunung Bromo. Berangkat dari Surabaya Bus Terminal Purabaya, Saya menaiki Bus dengan tujuan Probolinggo dan perjalanan ditempuh dalam waktu sekitar 2 Jam. Tiba di Terminal Bus Probolinggo perjalanan harus dilanjutkan ke Cemoro Lawang yaitu desa terakhir sebelum masuk ke wilayah Taman Nasional Bromo Semeru Tengger dapat ditempuh dalam waktu 1 Jam. Tiba di Cemoro Lawang yang Saya cari adalah warung sebab perut sudah terasa lapar, disini tidak perlu takut karena banyak warung yang menjual makanan. Setelah itu adalah mencari tempat untuk beristirahat sebab cuaca malam hari ini sangatlah dingin sampai-sampai menusuk kedalam tulang rasanya (penyakit naek gunung modal kaos dan celana pendek nih). Dan pilihan untuk menginap malam ini jatuh kepada homestay milik penduduk lokal cukup dengan 50.000 rupiah saja.

Saat subuh terbangun oleh panggilan dari Ojeck yang dipesan semalam, tujuan pagi ini adalah mengantarkan ke Penanjakan 2 dan Puncak Bromo. Walaupun hari masih gelap tapi aktivitas para wisatawan sudah terlihat seperti saat siang hari sebab semuanya bergegas menuju Puncak Penanjakan 2 untuk menikmati matahari terbit. Angin berhembus cukup kencang dengan membawa hawa dingin terasa sangat tajam tidak menyurutkan semangat. Saat langit mulai terlihat terang maka terlihatlah pemandangan yang sangat indah Gunung Bromo yang sesekali mengeluarkan asap putih, Gunung Tengger yang terlihat diam tanpa sepatah kata serta Gunung Semeru dibelakang menjulang tinggi seakan menunggu waktu untuk mengeluarkan isi dalam perutnya. Penanjakan 2 letaknya tidaklah begitu jauh dari desa tapi yang membuat lama adalah naik dari tempat kendaraan parkir ke tempat view point serta masih cukup banyak debu vulkanik dimana debu ini cukup berbahaya bagi pernapasan kita.

Selesai menikmati matahari terbit di Penanjakan 2 perjalanan dilanjutkan menuju Gunung Bromo melewati pintu masuk Taman Nasional serta lautan pasir. Kendaraa harus parkir batas lautan pasir dan untuk menuju Puncak Bromo harus dilalui dengan berjalan kaki. Dilautan pasir ini terdapat Pura tempat peribadatan umat Hindu yang terlihat tegar walaupun sering terkena debu letusan Gunung Bromo ini. Dari situ kita perlu menaiki tangga untuk sampai ke puncak, dengan kondisi yang dipenuhi wisatawan kita perlu berjalan perlahan terkadang berhenti menunggu yang kelelahan atau akibat puncak terlalu penuh. Sampai di Puncak benar adalah penuh dengan wisatawan juga dikarenakan Gunung ini baru saja selesai meletus sehingga puncak menjadi sempit serta perlu berhati-hati kondisi pasir yang tidak keras bisa menyebabkan terjatuh kedalam kawah yang aktif sesekali mengeluarkan asap. Untuk turun pun kita harus antri tidak perlu terburu-buru seperti saat akan naik.

Kembali ke homestay bersama Ojeck dari lautan pasir, sarapan, madi dan langsung turun ke Probolinggo untuk melanjutkan perjalanan menuju Kawah Ijen.

Surabaya-Probolinggo: Rp. 12,000 (ekonomi)\

Probolinggo-Cemoro Lawang: Rp. 25,000 (tourist) jangan percaya lonely planet sebab lonely planet cetakan akhir 2010 menuliskan tarif Rp. 15,000